Support Hendro With Your Writings

Hendro Utomo is an Indonesian writer with glaucoma, then lost his sight because of it. Living with blindness doesn't make him giving up writing. This blog created to publish any kind of writings from Hendro Utomo and friends who love and continue to support him by sending their writings or writing for him on this blog. You can also publish your writings here to support him. How? Send your email to hendroutomo1981@gmail.com and spread these words.


Tuesday, October 2, 2012

The Resident

The Resident



Mengapa kamar apartemen itu selalu bau gosong seperti terbakar setiap tengah malam? Rahasia apa dibalik semua ini.

Gubrak, "Terima kasih Pak" ujarku kepada supir taksi itu. Dengan sedikit kesusahan, Aku menggotong tas dan buah koperku yang berukuran besar. Sudah hampir satu hari Aku berkeliling ke seluruh pelosok kota New Jersey untuk mencari apartemen yang murah dan dekat dengan kampusku di Joseph Hamburg University. Namaku Kelly Rugrats. Aku adalah mahasiswa pindahan dari kota kecil di Ohio. Aku menerima sebuah beasiswa kedokteran dan harus melanjutkan dua tahun berikutnya di universitas tersebut. Ayah sempat melarangku karena jarak antara Ohio dan New Jersey cukup jauh, apalagi Aku baru berusia 21 tahun.

Aku mencoba memasuki sebuah apartemen tua di hadapanku yang terletak di jalan Southern Park. Apartemen tua bergaya minimalis tersebut memang tampak kusam dan beberapa bagian dindingnya terlihat menghitam seperti pernah terbakar. Ya lumayanlah untuk sementara waktu dan kutaksir harga sewanya pun tampaknya tak mahal jika dilihat dari penampilannya yang kumuh. Kreeek pintu besar utama menuju resepsionis apartmen tersebut terdengar amat menyeramkan. "Halo ada orang didalam?" tanyaku sambil meletakkan ranselku. Mataku berusaha beradaptasi dengan ruangan apartemen yang gelap. Hanya ada satu lampu tempel di sudut meja resepsionis. Aku berputar mencari seseorang disana. Tiba-tiba sebuah tangan yang dingin menyentuh pundakku. Aku tersentak kaget seketika.


"Halo nona, ada yang bisa saya bantu?" seorang wanita tua berkulit hitam keturunan negro bertanya dengan raut wajah datar. "Namaku Mae Rita, Kau dapat memanggilku Rita" ujar wanita bertubuh gemuk itu. "Nona Kelly, Aku punya satu kamar untukmu di sudut lorong tepat di lantai tiga. Harga sewa perbulannya sangat murah dan tepat untukmu yang seorang mahasiswa" katanya. Bagaimana Ia tahu namaku, maksud kedatanganku dan diriku yang seorang mahasiswa, pikirku. Belum sempat hilang kebingunganku, Rita sudah mengangkat semua koperku menuju lantai atas. "Ya disinilah kamarmu, nona Kelly dan semoga kau kerasan disini. Jangan takut jika pada malam-malam tertentu Kau mendengar suara tangisan, itu hanya suara dari siaran drama di radio yang selalu kudengar" ujar Rita yang segera pergi ke bawah dengan bahunya yang bergidik sedikit ngeri seakan ada sesuatu di tempat ini. Ya sudahlah tak mengapa asal Aku bisa berteduh dengan harga sewa apartemen yang murah. Aku habiskan malam itu dengan membersihkan kamarku yang sedikit berdebu. Aneh Aku mencium bau gosong seperti ada sesuatu yang terpanggang saat kulihat jam tanganku yang menunjukkan waktu sekitar jam satu dini hari. Belum tuntas Aku mencari sumber bau hangus itu, kemudian sekejab sesosok putih berkelebat di hadapanku dan membuatku setengah menjerit. Sosok itu hilang di lorong menuju kamar mandi. Aku hidupkan semua lampu di tiap ruangan, namun, memang tak ada siapapun disini. Ah sudahlah mungkin Aku hanya lelah saja, pikirku menenangkan diri. Kubuka keran dan meminum sedikit air dari kran tersebut. Kubuka pintu kamar utama yang akan menjadi kamarku. Lumayan rapi dan bersih dengan tempat tidur beralaskan seprei putih yang cukup nyaman. Mataku kian berat, lalu suara tangisan seorang gadis terdengar di luar kamar. Kucari arah tangisan itu dan kulihat seorang gadis cantik berkulit pucat berdiri di ujung lorong. Kuhampirinya dengan penasaran, "Halo, mengapa Kamu berdiri sendirian disitu?" tanyaku dengan ramah. Si gadis tersenyum dan menyapaku"Namaku Emilia Richard, dan siapa namamu?" tanyanya. "Aku Kelly, penghuni baru di ujung lorong sana. Dimana kau tinggal, Emilia?" tanyaku lagi. "Oh Aku tinggal tepat di sebelah kamarmu" sahutnya. Setelah itu kami berpamitan dan berjanji akan bertemu lagi untuk mengobrol. "Oh ya Kelly, siang biasanya Aku pergi. Jika mau bertemu, Aku ada dikamarku setiap malam" sambung Emilia sambil berpamitan.

Hubungan persahabatan kami tak terasa menginjak dua bulan. Emilia kerap mampir ke apartemenku setiap malam untuk mengobrol. Malam itu Emilia tak tampak sosoknya, mungkinkah Ia sedang pergi ke suatu tempat. Aku memberanikan diri untuk berkunjung ke kamarnya. Ya ini pertama kalinya Aku bertandang ke apartemen Emilia. Bukan tidak mau, tapi Ia selalu melarangku dengan alasan kamarnya masih berantakan. Aku mengambil sekotak pizza untuk kami santap bersama. "Halo Emilia, apa Kau di dalam?"tanyaku sambil mengetuk pintu kamarnya. Tak ada jawaban, namun pintu apartemennya pun tak terkunci. Aku coba masuk ke dalam dan sangat gelap disana. Aku mencari sakral lampu lalu berusaha menyalakannya. Tampak gelap karena memang tak ada bola lampu dimanapun. Sangat aneh, apakah Aku salah masuk kamar? pikirku. Aku memutuskan untuk keluar kamarnya dan berjanji besok pagi saja Aku menemui Emilia.


Tok tok tok, kuketuk pintu itu lagi dan sama seperti semalam, tak ada respon tapi pintunya tak terkunci. Aku semakin penasaran takut terjadi apa-apa dengan Emilia. Aku membuka semua tirai jendela. Tampak semua perabotan tertutup kain putih seperti tak berpenghuni. Aneh, Emilia bilang Ia tidak akan kemana-mana dan akan tetap di apartemen ini. Aku terperanjat saat tiba-tiba tembok kamar berangsur menghitam seperti gosong terbakar. Aroma hangus itu tercium kembali hampir saja Aku sesak napas seakan begitu banyak asap. Aku berlari keluar kamar dengan wajah pucat pasi ketakutan. Kuambil air minum dan mulai menarik napas dalam.fiuuh. Ada apa sebenarnya dengan Emilia?


Rasa penasaran yang besar membuatku melangkahkan kaki ke perpustakaan nasional, The Town Center Library sore hari itu. Aku masuk ke dalam kamar arsip dan mulai membuka salah satu komputer yang dilengkapi dengan mesin pencari arsip. Kuketik alamat apartemenku untuk melihat beberapa arsip peristiwa yang pernah atau mungkin sempat terjadi di apartemenku. Oh tuhan, Aku melihat sebuah foto Emilia di sebuah koran lokal yang diberitakan tewas mengenaskan setelah diperkosa oleh pacarnya, kemudian mayatnya dibakar di dalam kamar apartemennya yang memang tepat disebelah kamarku. Pacar Emilia pun sudah dipenjara karena telah memperkosa dan membunuh Emilia sekitar 5 tahun yang lalu. Aku pulang dengan wajah pucat pasi karena gadis yang selama ini kuajak bicara adalah hantu. "Halo nona Rugrats, apa kabarmu?" sapa Jonathan, pria yang bertugas sebagai pekerja kebersihan apartemen kami. "Kabar baik, John. Apa kau melihat Rita?" tanyaku. "Oh tuhan, Rita sudah wafat sekitar lima tahun lalu saat ada peristiwa kebakaran besar disini. Aku juga kerap melihatmu tak sengaja tengah berbicara sendiri di ujung lorong" ujar Jonathan. Aku tertegun lemas dan memutuskan untuk segera pindah ke asrama kampus. - Sekian

Tentang Penulis:

Hendro Utomo adalah penulis tuna netra kelahiran Jakarta, 8 Juli 1981. Gaya tulisannya moderen, lugas dan deskriptif. Penyuka fiksi metro pop ini mengawali karir menulisnya sebagai reporter di beberapa surat kabar. Mari berkenalan dengan Hendro di email: hendroutomox81@gmail.com

http://hendro81.mywapblog.com/the-resident-by-hendro-utomo.xhtml